Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar nama Intelijen? Hal yang menyeramkan? Membuat takut? Ada orang mengikuti di belakang anda? Makar? Konspirasi? Tentu penilaian itu itu sah-sah saja, sebab selama ini kita lebih mengenal kata 'intelijen' untuk membungkam umat Islam. Lahirlah nama-nama Organisasi intelijen sepertim Mossad (Israel) dan CIA (Amerika) yang memiliki peran membusukkan Islam lewat serangkaian agendanya.
Namun tahukah anda, di zaman Rasulullah fungsi intelijen justru sebaliknya. Sebagai pemimpin, Rasulullah justru mengintsruksikan intelijen untuk kepentingan umat muslim. Dr. Abdur Rahman Ra'fat Basya dalam bukunya yang berjudul
“Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah” menceritakan bahwa fungsi intelijen sangat mulia, jauh dari kesan pengadu domba umat Islam seperti saat ini.
Hudzaifal Ibnu Yaman: Sosok Cerdas Lagi Amanah
Pada masanya, Rasulullah memiliki seorang intel yang terpercaya. Beliau bernama Hudzaifah Ibnul Yaman. Rasulullah SAW memiliki pandangan tersendiri mengenai sahabat yang mulia ini. Beliau menilai dalam pribadi Hudzaifah Ibnul Yaman terdapat tiga keistimewaan yang begitu menonjol. Pertama, cerdas, sehingga dia dapat meloloskan diri dalam situasi yang serba sulit. Kedua, cepat tanggap, berpikir cepat, tepat dan jitu, yang dapat dilakukannya setiap kali diperlukan. Dan ketiga, cermat memegang rahasia dan berdisplin tinggi, sehingga tidak seorang pun dapat mengorek yang dirahasiakannya.
Sudah menjadi salah satu kebijaksanaan Rasulullah, berusaha menyingkap keistimewaan para sahabatnya dan menyalurkannya sesuai dengan bakat dan kesanggupan yang terpendam dalam pribadi masing-masing mereka. Yakni, menempatkan seseorang pada tempat yang selaras.
Kesulitan terbesar yang dihadapi kaum muslimin di Madinah ialah kehadiran kaum Yahudi munafik dan sekutu-sekutu yang mereka miliki. Mereka terkenal selalu membuat isu-isu dan tipu muslihat yang kerap dilancarkan terhadap Rasulullah dan para sahabat. Untuk menghadapi kesulitan ini, Rasulullah mempercayakan suatu yang sangat rahasia kepada Hudzaifah Ibnul Yaman dengan memberikan daftar nama orang munafik itu kepadanya. Itulah suatu rahasia yang tidak pernah bocor kepada siapa pun hingga sekarang, baik kepada para sahabat yang lain atau kepada siapa saja.
Dengan mempercayakan hal yang sangat rahasia itu, Rasulullah menugaskan Hudzaifah memonitor setiap gerak-gerik dan kegiatan mereka, untuk mencegah bahaya yang mungkin dilontarkan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin. Karena inilah, Hudzaifah Ibnul Yaman digelari oleh para sahabat dengan Shaahibu Sirri Rasulullah (Pemegang Rahasia Rasulullah).
Suatu ketika, Rasulullah pernah memerintahkan Hudzaifah melaksanakan suatu tugas yang amat berbahaya. Tugas ini pun membutuhkan keterampilan luar biasa untuk mengatasinya. Karena itulah, tak berlebihan jika beliau memilih orang yang cerdas, tanggap, dan berdisiplin tinggi. Peristiwa ini sendiri terjadi pada puncak peperangan Khandaq. Kaum muslimin kala itu telah lama dikepung rapat oleh musuh. Umat muslim pun merasakan ujian yang berat dengan menahan segala penderitaan yang hampir tidak dapat tertangguhkan.
Akhirnya semakin hari rasanya situasi tersebut semakin gawat. Tidak sedikit hal itu dapat membuat hati seorang mukmin sehingga menjadi lemah. Bahkan, menjadikan sementara kaum muslimin berprasangka yang tidak wajar terhadap Allah SWT. Meski demikian, pada saat kaum muslimin mengalami ujian berat dan menentukan itu, kaum Quraisy dan sekutunya yang terdiri dari orang-orang musyrik tidak lebih baik keadaannya daripada yang dialami kaum muslimin. Karena murka-Nya, Allah menimpakan bencana kepada mereka dan melemahkan kekuatannya. Allah pun meniupkan angin topan yang amat dahsyat, sehingga menerbangkan kemah-kemah mereka, membalikkan periuk, kuali, dan belanga, memadamkan api, menyiramkan muka mereka dengan pasir dan menutup mata dan hidung mereka dengan tanah.
Pada situasi genting dalam sejarah setiap peperangan, pihak yang kalah ialah yang lebih dahulu mengeluh dan pihak yang menang ialah yang dapat bertahan menguasai diri melebihi lawannya. Dalam detik-detik seperti itulah amat diperlukan informasi secepatnya mengenai kondisi musuh, untuk menetapkan penilaian dan landasan dalam mengambil putusan melalui musyawarah.
Nah ketika itulah, Rasulullah membutuhkan keterampilan Hudzaifah Ibnul Yaman untuk mendapatkan info-info yang tepat dan pasti mengenai keadaan musuh. Beliau akhirnya memutuskan untuk mengutus Hudzaifah ke jantung pertahanan musuh dalam kegelapan malam yang hitam pekat.
Marilah kita dengarkan cerita, bagaimana Hudzaifah melaksanakan tugas maut tersebut. Hudzaifah berkata, “Malam itu kami (tentara muslimin) duduk berbaris, Abu Sufyan dengan dua baris pasukannya kaum musyrikin Mekkah mengepung kami dari sebelah atas. Orang-orang Yahudi Bani Quraizhah berada di sebelah bawah. Yang kami khawatirkan ialah serangan mereka terhadap para wanita dan anak-anak kami. Malam sangat gelap. Belum pernah kami alami gelap malam yang sepekat itu, sampai-sampai kami tidak mampu melihat anak jari sendiri.
“Angin bertiup sangat kencang, sehingga desirannya menimbulkan suara bising yang memekakkan. Orang-orang lemah iman, dan orang-orang munafik minta izin pulang kepada Rasulullah, dengan alasan rumah mereka tidak terkunci. Padahal, sebenarnya rumah mereka terkunci.
“Setiap orang yang minta izin pulang diberi izin oleh Rasulullah. Tidak ada yang dilarang atau ditahan beliau. Semuanya keluar dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kami yang tetap bertahan hanya tinggal 300 orang. Rasulullah berdiri dan berjalan memeriksa kami satu per satu. Setelah beliau sampai di dekatku, aku sedang meringkuk kedinginan. Tidak ada yang melindungi tubuhku dari udara dingin yang menusuk-nusuk, selain sehelai sarung butut kepunyaan istriku, yang hanya dapat menutupi hingga lutut. Beliau mendekatiku yang sedang menggigil, seraya bertanya,’siapa ini?!’‘Hudzaifah!’ jawabku. ‘Hudzaifah!?’ tanya Rasulullah minta kepastian. Aku merapat ke tanah, sulit berdiri karena sangat lapar dan dingin. ‘Betul, ya Rasulullah!’ jawabku. ‘Ada beberapa peristiwa yang dialami musuh. Pergilah engkau ke sana dengan sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan data-data yang pasti, dan laporkan kepadaku segera?!’ kata beliau memerintah. Aku bangun dengan ketakutan dan kedinginan yang sangat menusuk. Maka, Rasulullah berdoa, ‘Wahai Allah! lindungilah dia, dari hadapan, dari belakang, kanan, kiri, atas, dan dari bawah.’
“Demi Allah! sesudah Rasulullah saw. selesai berdoa, ketakutan yang menghantui dalam dadaku dan kedinginan yang menusuk-nusuk tubuhku hilang seketika, sehingga aku merasa segar dan perkasa. Tatkala aku memalingkan diriku dari Rasulullah, beliau memanggilku dan berkata, ‘Hai, Hudzaifah! sekali-kali jangan melakukan tindakan yang mencurigakan mereka sampai tugasmu selesai, dan kembali kepadaku!’ Jawabku, ‘Saya siap, ya Rasulullah!’
“Lalu aku pergi dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati sekali, dalam kegelapan malam yang hitam kelam. Aku berhasil menyusup ke jantung pertahanan musuh dengan berlagak seolah-olah aku anggota pasukan mereka. Belum lama aku berada di tengah-tengah mereka, tiba-tiba terdengar Abu Sufyan memberi komando. Ia berkata, ‘Hai, pasukan Quraisy! dengarkan aku berbicara kepada kamu sekalian. Aku sangat khawatir, hendaknya pembicaraanku ini jangan sampai terdengar oleh Muhammad. Karena itu, telitilah lebih dahulu setiap orang yang berada di samping kalian masing-masing!’
Mendengar ucapan Abu Sufyan, aku segera memegang tangan orang yang di sampingku seraya bertanya, ‘Siapa kamu?’ Jawabnya, ‘Aku si Anu, anak si Anu!’ Sesudah dirasanya aman, Abu Sufyan melanjutkan bicaranya, ‘Hai, pasukan Quraisy! demi Tuhan! Sesungguhnya kita tidak dapat bertahan di sini lebih lama lagi. Hewan-hewan kendaraan kita telah banyak yang mati. Bani Quraizhah berkhianat meninggalkan kita. Angin topan menyerang kita dengan ganas seperti kalian rasakan. Karena itu, berangkatlah kalian sekarang dan tinggalkan tempat ini. Sesungguhnya aku sendiri akan berangkat.’
“Selesai berkata demikian, Abu Sufyan kemudian mendekati untanya, melepaskan tali penambat, lalu dinaiki dan dipukulnya. Unta itu bangun dan Abu Sufyan langsung berangkat. Seandainya Rasulullah tidak melarangku melakukan suatu tindakan di luar perintah sebelum datang melapor kepada beliau, sungguh telah kubunuh Abu Sufyan dengan pedangku.
“Aku kembali ke pos komando menemui Rasulullah. Kudapati beliau sedang salat di tikar kulit, milik salah seorang istrinya. Tatkala beliau melihatku, didekatkannya kakinya kepadaku dan diulurkannya ujung tikar menyuruhku duduk di dekatnya. Lalu, kulaporkan kepada beliau segala kejadian yang kulihat dan kudengar. Beliau sangat senang dan bersuka hati, serta mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT.
Hudzaifah Ibnul Yaman sangat cermat dan teguh memegang segala rahasia mengenai orang-orang munafik selama hidupnya, sampai kepada seorang khalifah sekalipun yang mencoba mengorek rahasia tetap ia tidak mau membocorkannya. Sampai-sampai khalifah Umar bin Khathtab r.a. ada orang muslim yang meninggal, dia bertanya, ‘Apakah Hudzaifah turut menyalatkan jenazah orang itu ?’ Jika mereka menjawab, “Ada,” beliau turut menyalatkannya. Subhanallah.
Abdullah Bin Jahsy: Komandan yang Terpercaya
Kisah lainnya ada di bulan Jumadil Akhir. Seorang sahabat bernama Abdullah bin Jahsy Asady, beserta dua belas sahabat dari kalangan muhajirin diperintahkan Rasulullah berangkat untuk menjalankan sebuah operasi intelejen rahasia. Ikut dalam rombongan itu Sa'ad bin Abi Waqqash dan 'Utbah bin Ghazwan. Rasulullah SAW memberinya sebuah surat yang boleh dibaca jika perjalanan mereka sudah mencapai dua hari.
Setelah dua hari dalam perjalanan, sang komandan, Abdullah bin Jahsy kemudian membuka isi surat tersebut. Isinya, tak lain adalah sebuah perintah untuk memata-matai musuh: "Berangkatlah menuju Nikhlah, antara Mekkah dan Tha'if. Intailah keadaan orang orang Quraisy di sana dan laporkan kepada kami keadaan mereka." Selepas membaca surat itu, Abdullah bin Jahsy dan para rombongan kemudian berujar, "Kutaati perintah ini!"
Kemudian diceritakanlah isi surat Rasulullah tersebut kepada para sahabatnya yang lain seraya berkata, "Rasul Allah telah melarang aku memaksa seorang pun dari kalian. Siapa yang ingin mati sebagai pahlawan syahid, marilah berjalan terus bersama aku, dan siapa yang tidak menyukai hal tersebut hendaklah dia pulang...!"
Muhammad adalah panglima perang sejati. Saat melalukan pembebasan negeri Mekah dari suku Quraisy, Nabi Muhammad –ketika itu berencana—akan mengerahkan 10.000 pasukan tentara Muslim. Untuk mempertahankan ‘serangan mendadak’ ini, Rasulullah kemudian melepaskan petugas intelijennya menuju Mekah yang ditugaskan mengacaukan informasi pada musuh agar mereka tidak mengerti bila pasukan Islam yang berencana melakukan serangan mendadak itu jumlahnya banyak.
Untuk kepentingan intelijen dan kerahasiaan militer, Nabi Muhammad bahkan menyimpa rapat-rapat informasi jumlah pasukan ini bahkan kepada istri tercinta Siti Aisyah atau pada sahabat kepercayaannya sendiri, Abu Bakar Ash Shidiq.
Esoknya, dalam penyerangan mendadak itu kau kafir Quraisy benar-benar kelabakan dan kedodoran. Mereka tak menyangka di pagi hari buta itu, telah datang puluhan ribu orang dari pasukan Islam di kota Mekah. Tanpa persiapan, mereka kemudian menyerah. Muhammad paham, orang Quraisy tak akan melakukan perlawanan. Sebab, di tangannya, Rasulullah telah menguasai informasi kekuatan musuh, situasi yang bakal terjadi, hingga informasi logistik, menyangkut keadaan jalan-jalan yang akan dilalui pasukan Islam dan kondisi mata air. Detil, rapi dan rahasia. Itulah strategi Muhammad dalam menjalankan perang dan intelijen.
Bedanya, Nabi Muhammad tak pernah mengajarkan kerja-kerja intelijen yang keluar dalam akhlaq Islam sebagaimana halnya gaya intelejen modern sekarang ini. Muhammad tak pernah memerintahkan pasukan pengintainya untuk melakukan fitnah terhadap musuh, menculik atau menghilangkan nyawa orang tanpa alasan syar’I. Jauh berbeda dengan intelijen Indonesia, Mossad, atau CIA seperti ratusan kasus-kasus rekayasa jahatnya terhadap umat Islam selama ini. Termasuk kejadian Bom Solo yang tengah terjadi.
Source